Saturday, September 29, 2007

Monozukuri IKM dan Otonomi Daerah (2)


Rabu, 15 Maret 2006 00:03:00
Artikel Iptek - Bidang Kebijakan Iptek

Pemerintah telah membuka kluster-kluster industri di beberapa tempat, seperti di Cibitung dan Kerawang. Tetapi penyediaan kluster ini perlu dikritisi, karena selama ini hanya berfungsi sebagai tempat produksi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Ini diperparah dengan bahan-bahan produksi masih didatangkan dari luar negeri. Seharusnya keberadaan kluster-kluster industri itu berperan sebagai penggerak distribusti spasial aktif. Yaitu, keberadaan industri-industri tersebut mendorong pertumbuhan monozukuri baru (IKM) di sekeliling kluster tersebut, atau membina industri-industri yang telah ada agar berkembang sehingga bisa mendongkrak perkembangan dan pertumbuhan ekonomi khususnya untuk daerah setempat.

IKM dalam Otonomi Daerah

Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan monozukuri industri bertujuan untuk membingkai penumbuhan IKM dan manajemen pengelolaan IKM. Pelaksanaannya diserahkan kepada dinas perindustrian regional yang memiliki otoritas implementasi kebijakan penumbuhan dan pengelolaan IKM dalam lingkup regionalnya. Seperti pengelolaan IKM regional Kanto, meliputi propinsi Tokyo, Gunma, Saitama, Chiba, Kanagawa, Yamanashi dan sekitarnya. Dengan manajemen regional ini memudahkan pemerintah untuk menumbuh-kembangkan industri sesuai potensi dan kekhasan daerah.

Sementara pemerintah Indonesia mengatur kegiatan penumbuhan ekonomi dan industri daerah di Indonesia melalui UU No. 32 tahun 2004. Pada pssal 176 tentang Otonomi Daerah disebutkan bahwa pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan [4]. Ini memberikan peluang bagi tiap daerah memainkan peran hak otonomi industrinya (kontek IKM) dengan syarat:

Pertama, implementasi hak otonomi industri harus tetap dalam koridor kebijakan industri nasional, sehingga pertumbuhan IKM semua daerah seimbang dan untuk mengurangi dampak lingkungan.

Kedua, hak otonomi industri menuntut tiap daerah melakukan usaha penumbuhan, pendampingan, pengawasan dan pengelolaan industri (IKM) dalam sebuah kebijakan manajemen industri (IKM) daerah.

Ketiga, pembagian pendapatan dari pajak (Wajib Pajak Daerah) apabila investasi industri nasional dialihkan ke daerah.

Keempat, daerah berhak mencari dan menerima investasi industri dalam mengembangkan IKM baik dari PMA maupun PMDN dengan kewajiban menyerahkan pajak kepada pemerintah pusat.

Dalam melaksanakan UU No. 32 tahun 2004 Pasal 176 di atas perlu dilakukan langkah pendukung untuk menjaga kestabilan pertumbuhan IKM. Skenario kebijakan untuk menjaga sustaibilitas industri di otonomi daerah bisa berupa (Gambar 1) berupa:

1. Menggerakkan industri pendukung IKM (IP IKM)
2. Menguatkan payung hukum dan regulasi terkait industri daerah
3. Menyediakan pendanaan untuk industri pendukung IKM
4. Perapian kluster industri dan distribusi parsialnya sesuai dengan faritas/jenis produk unggulan daerah.
5. Memberlakukan pajak atau insentif atas pemakaian lahan dan sarana daerah oleh industri nasional (pusat)
6. Membuka penyertaan dana masyarakat daerah (reksadana) terhadap industri milik daerah

Gambar 1. Skenario penguatan IKM dengan industri pendukung IKM

Kendala

Kendala terbesar dalam melakukan usaha penumbuhan, pendampingan, pengawasan dan pengelolaan industri (IKM) adalah pada regulasi dan wewenang. Masih terjadi tarik ulur kewenangan antara pemerintah daerah dengan pusat. Ini terlihat dengan adanya ketidakpastian regulasi. Meskipun sudah dikeluarkan UU 32/2004 tentang otonomi daerah, dan terkhusus pasal 179 tentang perekonomian daerah, pemerintah masih mengeluarkan Keppres No. 28 dan 29 tahun 2005 yang berkaitan dengan pelayanan penanaman modal sehingga membatasi daerah menerima investasi sebagai hak otonominya. Sebelumnya melalui UU 22/1999 sudah diserahkan kepada daerah, sementara adanya Keppres itu berarti wewenang investasi kembali ke pusat.

Penutup

Idealnya pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri harus bisa dipenuhi dengan hasil produksi dalam negeri. Untuk itu diperlukan jumlah industri yang memadai, dukungan teknologi tepat guna dan dukungan pendanaan. Program pengembangan ekonomi riil harus bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat secara utuh, dan ini bisa ditempuh dengan menguatkan kegiatan ekonomi berbasis IKM.

Keuntungan kekuatan ekonomi berbasis IKM adalah melepaskan ketergantungan dari produk luar negeri dan juga memberikan resistensi masuknya produk luar negeri sebagai akibat pembukaan pasar bebas karena kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Sehingga tidak menutup kemungkinan dalam dekade ke depan, Indonesia bisa menjadi negara industri dengan perekonomian yang kuat berbasis IKM. (Selesai)

Sumber bacaan

[1] Fuji, Monozukuri Chuushou-kigyou Kachi-Nuki Senryaku (Strategi Memenangkan UKM), Penerbit 2004.
[2] METI Jepang, Tabel Statistik Industri, 23 Juni 2006.
[3] Marsudi B. Utomo, Menerobos kebuntuan Teknologi, Berita Iptek Desember 2005.
[4] UU No. 32 tahun 2004.
[5] Monozukuri Hakusho (Buku Putih Industri Jepang), 2004.
[6] Berbagai media online.

Dr. Marsudi Budi Utomo, Senior Staf Shindengen Electric Japan MFG pada proyek "Roda empat" untuk converter dan inverter mobil FC dan HEV, Peneliti ISTECS Jepang, dan Ketua PIP PKS Jepang.

No comments: